Main Cast:: Wu Chun
Huang Xiao Ming
Huang Tian Shi
Genre:: Thriller
Disclaimer:: Aku selalu membuat cerita berkaitan dengan Fahrenheit karena aku amat sangat mengagumi mereka. Buat yang baca, harap komen kritik dan sarannya ya. Happy reading ^_^
PS:: Ini kelanjutan dari ff Bodyguard or Destroyer? ya... Biar gak bingung baca ff yg ini jadi sebaiknya baca yg itu dulu, okay ^_^
Gelapnya
malam itu terasa semakin mencekam bagi seorang anak lelaki yang tengah
meringkuk di pojok kamarnya. Entah apa yang terjadi di luar sana tapi ia bisa
mendengar dengan jelas banyak suara pria di rumahnya.
“Berengsek
kau Xiao Ming!” suara ayahnya menggema di penjuru rumah itu memaki seseorang
yang dipanggil Xiao Ming.
“Kau
yang terlalu bodoh Donnie!” ia lagi-lagi mendengar suara seorang pria yang
menurutnya tak asing, mengingatkannya pada seorang paman yang sering datang ke
rumah dan memberikannya mainan.
Lelaki
kecil ini tak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena ia tak mendengar suara
sang ayah serta paman bernama Xiao Ming tersebut. Lima menit berlalu tanpa ada
suara lagi yang terdengar, pintu kamarnya ada yang mengetuk.
“Sayang,
buka pintunya!” itu suara ibu, pikirnya.
Ia
bergegas menuju pintu dan membuka kuncinya lalu muncullah sang Ibu dengan wajah
penuh air mata. Ibu memeluknya erat, sangat lama. Pelukannya terlepas dan sang
Ibu menangkup kedua pipinya dengan tatapan penuh kasih sayang.
“Pergilah
sayang! Ibu akan di sini menemani ayahmu, mereka tidak boleh membawamu pergi
juga. Cepat lari sayang! Bawa semua ini dan tinggallah bersama pamanmu di
Jepang!” ibu memberikan sebuah tas besar berwarna hitam.
“Tapi
apa yang terjadi, bu? Di mana ayah?” tanya anak lelaki berusia 11 tahun ini
pada sang Ibu.
Namun,
bukan jawaban yang ia peroleh melainkan isak tangis ibunya semakin menjadi.
Tidak! Ada sesuatu yang tak ia ketahui tapi perasaannya mengatakan bahwa ia harus
menuruti ucapan sang Ibu. Lelaki kecil ini mengulurkan tangan kecilnya untuk
mengusap air mata yang terus mengalir di wajah sang Ibu.
“Aku
akan pergi tapi ibu jangan menangis lagi,” ujarnya seraya mengecup kedua pipi
sang Ibu bergantian.
Mereka
kembali berpelukan erat, berat melepaskan ikatan antara ibu dan anak. Terlebih
ketika melihat sang Ibu menangisi kepergiannya. Namun, bukankah ini yang ibunya
inginkan? Ia yakin pamannya nanti akan memberitahu apa yang terjadi maka lebih
baik ia menurut.
“Ingat
sayang! Kau harus menjadi pria yang kuat dan suatu saat nanti ketika kau
kembali balas mereka semua yang memisahkan kita,” ujar sang Ibu yang disahuti
dengan anggukan.
Perpisahan
itu terjadi. Ia diantar oleh ibu kabur melalui pintu belakang rumahnya. Namun,
anak lelaki ini masih penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Baru
saja ia ingin beranjak pergi, sorot lampu mobil muncul dan ia bergegas sembunyi
di balik pohon besar. Seseorang yang sangat ia kenal turun dari mobil itu dan
diikuti oleh beberapa pria lainnya.
Pria-pria
bertubuh besar yang mengikuti Paman Huang, orang yang dipanggil Xiao Ming oleh
ayahnya membuka bagasi mobil dan membawa sesuatu dari dalam sana. Matanya
terbelalak mendapati sang Ayah diseret oleh pria-pria itu dalam keadaan
mengenaskan. Ia tahu jika ayahnya pasti sudah tak bernafas lagi. Semua dapat
dilihat dari luka-luka di wajah sang Ayah serta tubuhnya dengan baju yang sudah
berganti warna menjadi merah.
Tak
lama setelah Paman Huang masuk, ia dapat mendengar tangis histeris sang Ibu,
menyayat hatinya. Sangat menyakitkan melihat seseorang yang ia cintai dilempar
ke hadapannya dengan keadaan mengenaskan. Suara tembakan dari dalam terdengar
beserta teriakan sang Ibu.
Astaga!
Sebenarnya apa yang ayah dan ibunya lakukan? Kenapa Paman Huang, seseorang yang
ia kenal baik tega membunuh kedua orangtuanya? Akhirnya Paman Huang keluar dari
rumahnya dengan wajah geramnya.
“Shit!
Ke mana anak itu?”
Mobil
pun pergi dari rumahnya dan anak lelaki tadi yang menyaksikan semua kejadian
itu mengepalkan tangannya. Ia berlari kembali memasuki rumah dan mendapati sang
Ibu yang sudah tak sadarkan diri dengan keadaan bersimbah darah. Ia segera
menelpon rumah sakit dengan harapan ibunya masih bisa terselamatkan.
Ambulance
datang lima belas menit kemudian, ibunya segera dilarikan ke rumah sakit. Rumah
itu pun dipenuhi oleh polisi. Namun, semua terlambat. Nyawa sang ibu tak bisa
lagi diselamatkan. Sudah ia putuskan untuk pergi ke Jepang menemui pamannya
sesuai amanat terakhir sang Ibu.
***
15 years later…
Pria
ini kembali dengan ketampanan dan ketangguhannya. Menggunakan nama Zun untuk
masuk dan membalaskan dendamnya. Selama lima belas tahun dilatih oleh Yakuza.
Yah, pamannya yang dikatakan oleh sang Ibu adalah seorang pemimpin Yakuza di
Jepang.
Zun
berhasil menjadi seorang bodyguard dari putri tunggal orang itu. Pria berengsek
yang membuatnya kehilangan orang tua. Huang Xiao Ming memiliki seorang anak
gadis yang sangat cantik dan memerlukan pengawasan ekstra.
Perlahan
tapi pasti langkahnya semakin maju. Ia menjadi seorang kepercayaan dari orang
itu, Huang Xiao Ming. Kesempatan yang sangat luar biasa dan takkan pernah
disia-siakan. Zun sudah bertekad, ia akan membalas semua perbuatan pria itu
pada keluarganya.
Rencananya berjalan lancar, ia berhasil
melenyapkan satu-satunya keluarga yang dimiliki Xiao Ming. Putri tunggalnya, Huang Tian Shi mati bersama dengan banyak orang
yang menemaninya pada festival musik berdarah. Gadis yang dengan bodohnya ia
cintai.
“Bagaimana,
hm? Menyenangkan ditinggal oleh keluargamu satu-satunya?” Zun kini berada di
rumah sakit tempat dulu ibunya meninggal.
Ia
sudah bertekad akan membalas kematian sang Ibu di rumah sakit ini. Xiao Ming
yang ternyata memiliki penyakit jantung langsung dilarikan ke rumah sakit
ketika mendengar kabar putri satu-satunya yang sangat ia cintai meninggal dalam
festival musik tahunan itu.
“Kau!
Siapa kau sebenarnya?” Xiao Ming yang sudah pulih kesadarannya sejak lima menit
yang lalu terkejut ketika bangun melihat Zun berada di hadapannya beserta
pertanyaan yang meningatkannya pada kekejaman yang pernah dilakukannya dulu.
“Ingat
sesuatu, Paman Huang? Seorang pria atau bisa disebut mantan sahabat yang kau
habisi dan kau lempar mayatnya ke hadapan istrinya sendiri dengan keadaan
mengenaskan. Lalu dengan hebatnya kau membunuh seorang wanita yang tak lain
istri sahabatmu sendiri.”
Pria
paruh baya itu bungkam, ia tahu pasti apa maksud pria muda yang dikenalnya
dengan nama Zun ini. Ketika ia membunuh sahabatnya sendiri hanya karena sebuah
kekuasaan. Bodoh! Ia menyesal, sangat menyesal.
Zun
mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah jarum suntik yang tentu sudah
terisi penuh dengan racun mematikan. Ia menyeringai lebar sebelum akhirnya
menyuntikkan racun itu pada cairan infus Xiao Ming.
“A-a-apa
yang ka-u la-ku-kan?” Xiao Ming terlihat sulit untuk bernafas
“Sesuatu
yang mempercepat kematianmu untuk menyusul gadis yang kucintai,” sahut Zun masih
mempertahankan seringaiannya
Xiao
Ming tak bisa berkata-kata lagi, nafasnya semakin berat. Penglihatannya mulai
buram dan sungguh ia merasa sangat tersiksa. Lebih baik langsung menembaknya
dengan pistol tepat di jantung daripada harus menyiksanya seperti ini.
“Kau
tahu? Aku mencintai putrimu tapi karena kau membuatku harus kehilangannya. Aku
yang membunuhnya, melenyapkan mereka semua pada festival itu. Aku tidak terima
ia memilik seorang ayah sepertimu maka lebih baik ia mati dan lahir kembali
bukan sebagai anak penjahat,” Zun lagi-lagi mengeluarkan sesuatu dari saku
celananya.
Xiao
Ming sudah tak fokus namun ia masih bisa mendengar ucapan Zun. Sungguh ia tak
menyangka jika perbuatannya dulu juga berimbas pada putri kesayangannya.
Kesakitannya semakin terasa ketika sebuah pisau memutus selang infusnya.
Tubuhnya
membiru dan darah keluar secara perlahan dari tangan hingga menjalar ke sekujur
tubuhnya. Berakhir. Ia pucat seakan tak memiliki darah lagi. Matanya terbelalak
karena kesakitan dan ia menghembuskan nafas akhirnya.
Dulu,
sebelum memutuskan pindah ke Jepang menemui pamannya. Zun sudah berjanji pada
Tuhan bahwa ia akan melenyapkan orang yang sudah merebut kebahagiaannya di rumah
sakit ini. Tempat dulu sang Ibu menghembuskan nafas terakhirnya.
Zun
keluar dari kamar bernomor 1979 dengan senyum puas. Dendamnya sudah terbayarkan
dan rumah sakit ini menjadi saksinya sebelum akhirnya lenyap. Zun sudah
memerintahkan anak buahnya memasang bom waktu dengan hitungan mundur satu jam
sejak kepergiannya. Maka, seseorang yang beruntunglah yang bisa selamat dari
rumah sakit itu sebelum semuanya hancur menjadi debu.
END
OKAY. THIS FANFICTION 100% END, NOTHING SEQUEL AGAIN *capslock jebol*
No comments:
Post a Comment