Title:
Forget? Never!
Genre:
Friendship, Romance
Main
Cast: Calvin Chen as Chen Yi Ru
Hebe
Tian as Tian Fu Zhen
Other
Cast: JJ Lin as Lin Jun Jie
Danson Tang as Tang Yu
Zhe
Jiro Wang as Wang Da
Dong
Genie Zhuo as Zhuo Wen
Xuan
Ariel Lin as Lin Yi Chen
Older Post : Part 1
Disclaimer:: Saya membuat
cerita akan selalu berkaitan dengan Fahrenheit karna saya amat sangat mengagumi
mereka. Buat yang baca harap komen kritik dan saran nya. Silahkan mengcopy tapi
jangan mengakui itu karya kalian. Makasih.
Sesuai
janjinya, saat jam istirahat Yi Chen pun mengajak Fu Zhen berkeliling sekolah
sambil menceritakan beberapa hal yang perlu diketahui. Tentu termasuk anak-anak
populer yang wajib diketahui oleh mereka selama bersekolah di sana. Setelah
berkeliling, mereka pun bergegas ke kantin sebelum jam istirahat berakhir. Yi
Chen terlihat sangat bersemangat sekali menceritakan hal-hal apa saja tentang
sekolah ini.
“Begitulah,
di sekolah ini ada tiga orang siswa populer yang memiliki banyak fans. Mereka
sangat memanfaatkan popularitas untuk menjadikan siswi-siswi di sini kekasih
mereka. Aku yakin pasti sebentar lagi kau juga akan menjadi incaran mereka Fu
Zhen jadi sebaiknya kau lebih hati-hati,” ujar Yi Chen memperingatkan
“Lalu
bagaimana denganmu Yi Chen? Siapa di antara mereka yang pernah menjadi
kekasihmu? Aku yakin kau pasti menyukai salah satu dari mereka bukan?” sahut Fu
Zhen membuat Yi Chen terdiam seketika, rona kemerahan muncul di pipinya
“Ehmm…
Aku…” belum sempat melanjutkan apa yang ingin ia ucapkan sudah terjadi
keributan di kantin tersebut
“Siapa
dia?” tanya Fu Zhen begitu melihat seorang siswi berjalan ke arah salah satu
dari siswa populer tersebut “Untuk apa
gadis itu mendekati Yi Ru? Apakah dia?” batinnya
“Dia
Wen Xuan biasanya dipanggil Genie, salah satu siswi populer karena perusahaan
ayahnya menduduki peringkat keenam terbesar di Asia. Satu lagi saat ini dia
yang menjadi kekasih Calvin,” jelas Yi Chen yang hanya disahuti anggukan
mengerti dari Fu Zhen
“Kau
belum menjawab pertanyaanku tadi Yi Chen,” ujar Fu Zhen dengan senyum
menggodanya
“Baiklah,
biar kutebak sendiri saja. Danson kah?” tanya Fu Zhen tersenyum misterius
melihat teman barunya ini mendadak jadi salah tingkah
“Ke
– kenapa kau menebak dia?” tanya Yi Chen gelagapan sekaligus penasaran
“Saat
bercerita tentangnya kau terlihat sangat antusias sekali jadi kesimpulanku
memang dia orangnya, benarkan?” sahutnya
“Wah,
kau memang luar biasa!” kagum Yi Chen sambil mengacungkan kedua jempolnya
Atmosfir
yang sangat berbeda terjadi di kantin ketika Wen Xuan memasuki kantin. Beberapa
gadis yang tadinya berkumpul di tempat Calvin berada langsung menjauh. Mereka
tidak mau berhadapan dengan gadis itu karena sesuatu bisa saja terjadi pada
mereka. Yah, Wen Xuan dikenal sebagai seorang yang sangat posesif.
Melihat
kekasihnya datang menghampiri, Calvin hanya memasang senyum terbaiknya yang
bisa meluluhkan siapapun gadis yang melihat. Ayolah, pria pemilik julukan ‘killer smile’ itu selalu berhasil
menghipnotis gadis manapun yang melihatnya.
“Aku
dengar di kelasmu ada anak baru?” tanya Genie begitu sudah menduduki tempatnya
tepat di samping kanan Calvin
“Uhm,
begitulah!” sahut Calvin singkat
“Aku
juga dengar dia siswi pindahan dari Amerika, apa itu benar?” tanyanya lagi yang
hanya dijawab anggukan oleh Calvin. “Apa dia cantik?” tanyanya lagi
“Kau
pasti tahu jawabannya Genie. Bagiku semua wanita di dunia ini memiliki
kecantikan yang berbeda dan aku pun merasa siswi baru itu cantik,” jawab Calvin
dengan senyum misteriusnya. “Sangat
cantik,” tambahnya dalam hati
“Tapi
aku tetap yang paling cantik kan!” seru Genie memaksa
Mendengar
ucapan Genie membuat seorang pria yang sejak tadi berada di sana memutar bola
matanya malas. Ayolah, ia sedang asyik mengobrol dengan sahabatnya ini tapi
tiba-tiba gadis itu datang dengan kebiasaannya yang membuat siapapun kesal
melihatnya.
Satu
hal yang sampai saat ini ingin ia tanyakan pada sahabatnya. Apakah Calvin masih
waras hingga mau menjadikan gadis posesif ini sebagai kekasihnya? Terkadang ia
merasa kasihan juga pada Calvin yang kebebasannya mulai berkurang sejak
paacaran dengan Genie.
“Well, bagaimana gadis itu?” tanya pria yang
dari tadi sudah tak tahan mendengar ocehan Genie akhirnya angkat bicara
“Menarik,”
sahut Calvin singkat
“So, apa dia targetmu
selanjutnya?”tanyanya lagi
Pertanyaan
itu sontak membuat Genie dan siswi lain yang mendengarnya membulatkan mata
mereka. Mereka penasaran dengan jawaban Calvin terlebih lagi Genie yang
langsung melotot mendengarnya. Kalau benar siswi baru itu target Calvin
selanjutnya itu berarti nasibnya menjadi kekasih Calvin akan segera berakhir.
Tentu ia tak mau itu terjadi. Calvin tak menjawab hanya memasang senyum
misteriusnya, namun bagi pria yang bertanya itu adalah jawaban yang cukup
memuaskan.
“Persiapkan
dirimu, Wen Xuan xiaojie!” ujar pria
itu sambil memamerkan evil smirk-nya
“Apa
maksudmu Jiro? Itu tidak akan terjadi, iya kan baobei?” tanya Genie penuh penekanan sementara Calvin hanya
mengangkat bahunya malas menjawab
“Kau
jelas tahu maksudku,” sahut Jiro tersenyum sinis
Puas
melihat Genie kesal membuat tawanya yang sudah ia tahan sejak tadi akhirnya
meledak. Namun, hal itu justru disambut teriakan histeris oleh ppara siswi di
kantin. Kabarnya tawa Jiro seperti seorang iblis yang baru memenangkan sesuatu,
sangat mempesona. Aneh? Entahlah!
Di
saat suasana kantin penuh dengan histeris para siswi yang masih asyik mengagumi
Jiro tertawa muncul seorang pria lain di kantin itu yang menambah suasana lebih
menggemparkan. Kini di kantin tiga pria populer sedang berkumpul walaupun pria
satu ini lebih di kenal sebagai rival Calvin bukan seperti Jiro yang merupakan
sahabat Calvin.
Mereka
duduk terpisah dengan melemparkan tatapan saling membenci satu sama lain. Tak
ada yang tahu masalah apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka. Bukan tak
ada, hanya seorang yang tahu dan tak lain adalah Jiro.
Keheningan
terjadi saat tatapan benci itu masih terlihat dari bola mata kedua pria populer
tersebut. Tak ada yang berani menginterupsi mereka sampai suara decitan sebuah
kursi terdengar di antara keheningn tersebut.
“Astaga!”
pekik seorang siswi
Semua
mata kini tertuju pada seseorang yang menimbulkan suara decitan kursi tersebut
dan siswi yang memekik barusan. Berani
sekali dia. Bisikan-bisikan terdengan dari siswa-siswi di kantin tersebut.
Sementara orang tadi tak peduli dan lebih memilih menghampiri salah seorang
dari pria populer tersebut.
“Sorry! Chen Yi Ru?” tanya orang itu
“Yes, it’s me! But you can call me Calvin,”
sahut Calvin
“Are you remember me?” tanya orang
tersebut yang tak lain adalah Fu Zhen dengan tatapan tajamnya
“Uhmm…
Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Calvin dengan wajah bertanya
namun tetap dengan senyum menawan bagi para gadis yang melihatnya
“Ah…
It’s okay! No problem but one thing I
know, you forget our promise. I wanna say thanks ‘Bear Boy’,” ujar Fu Zhen kemudian pergi begitu saja
meninggalkan Calvin yang terpaku
Ada
yang berbeda dari Calvin, tatapan matanya terlihat kosong. Dalam pikirannya
muncul sekelebat bayangan yang entah apa ia sendiri tak tahu. Jiro menyadari
hal itu, tatapan kosong milik sahabatnya. Tiba-tiba suara erangan yang cukup
kerasa terdengar.
“Arghh!”
Calvin mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya
“Calvin!”
seiisi kantin terlihat panik
Sakit.
Itulah yang Calvin rasakan saat ini. Kepalanya seperti mau pecah,
bayangan-bayangan itu belum juga hilang. Sungguh ia merasa sesuatu yang sangat
menyakitkan dalam hati dan pikirannya. Perlahan pandangannya mulai buram dan
lama-kelamaan gelap. Calvin tak sadarkan diri, pingsan lebih tepatnya. Jiro pun
segera mengambil tindakan membawa Calvin ke rumah sakit.
Selama
dalam perjalanan ke rumah sakit ada satu hal yang mengganggu pikiran Jiro. Ia
merasa ada sesuatu yang aneh di sini. Namun, saat ini ia tak bisa berpikir
jernih yang terpenting adalah Calvin cepat mendapat pertolongan.
Begitu
tiba di rumah sakit, Calvin langsung dibawa ke ruang ICU. Tanpa perlu
repot-repot bagi Jiro untuk mengurus adminstrasi yang harus ia lengkapi karena
bagaimanapun juga rumah sakit ini adalah milik keluarganya.
SpeXial General Hospital
Selama
menunggu dokter keluar dari ruang ICU, Jiro memutar otaknya. Ia mencari sesuatu
di sana, sesuatu yang tidak asing. Namun kenapa rasanya sulit sekali membongkar
pikirannya itu untuk mengingat sesuatu yang pasti berhubungan dengan pingsannya
Calvin secara mendadak. Di tengah kesibukan berkutat dengan pikirannya, ada
sebuah suara yang menginterupsi.
“Da
Dong, apa yang terjadi? Kenapa Yi Ru bisa pingsan mendadak begini?” tanya
seorang wanita paruh baya, terlihat jelas raut khawatir di wajahnya
“Uhmm…
Di sekolah kami ada siswi baru pindahan dari Amerika dan sekelas dengan Yi Ru.
Sewaktu istirahat di kantin ia
menghapiri Yi Ru dan menanyakan apa Yi Ru mengingat dirinya atau tidak? Yi Ru
pun balik bertanya apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Namun, siswi baru itu
mengatakan ‘No problem but one thing I
know, you forget our promise. I wanna say thanks Bear Boy’. Dia pergi begitu saja dan tak lama kemudian Yi Ru
mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya,” jelas Jiro sesuai dengan
kronologis kejadian
Wanita
paruh baya itu terdiam, memikirkan sesuatu. Ia merasa ada yang ganjil disini
dan mungkin seperti yang ia pikirkan sekarang. Ia yakin dugaannya tepat.
“Apa
dia sudah kembali? Tapi kenapa mereka tidak memberiku kabar? Astaga! Da Dong,
tanggal berapa sekarang?” tanyanya histeris
“14
April,” sahut Jiro singkat dengan kening berkerut begitu melihat perubahan
ekspresi ibu Yi Ru beda dari biasanya. Shock? Mungkin seperti itulah.
“Siapa
nama gadis itu?” tanya ibu Yi Ru lagi atau biasa dipanggil Bibi Chen oleh Da
Dong dengan masih menampakkan raut shock di wajahnya
“Aku
belum tahu namanya karna Yi Ru sudah pingsan lebih dulu setelah dinggal gadis
itu,” jawab Da Dong dengan rasa penasaran yang sudah bisa dibendung lagi
akhirnya ia pun bertanya. “Memang ada apa sebenarnya?” tanyanya
Bibi
Chen mengerjapkan mata untuk memulihkan kesadarannya dari rasa shock tadi. Ia
harus memberitahu Da Dong agar bisa membantu mencari jalan keluar yang terbaik
untuk anaknya. Saat ini otaknya benar-benar buntu kalau harus berpikir jadi ia
perlu bantuan sekedar saran.
“Kau
ingat dulu Yi Ru sering menceritakan tentang teman masa kecilnya?” tanya Bibi
Chen yang dijawab anggukan oleh Da Dong, ia masih menunggu cerita Bibi Chen
untuk menghilangkan rasa penasarannya
“Dulu
saat berusia tujuh tahun Yi Ru dan teman kecilnya pernah membuat sebuah janji.
Sebelum teman kecilnya pindah ke luar negeri bersama kedua orang tuanya, mereka
membuat janji akan bertemu lagi sepuluh tahun kemudian di tanggal dan bulan
yang sama. Yi Ru selalu menunggu hari itu tiba. Setiap hari selama lima bulan
berturut-turut tiada hari bagi Yi Ru untuk tidak mengunjungi rumah teman
kecilnya itu. Ia bilang kalau mungkin saja temannya akan pulang tiba-tiba
karena lupa ada sesuatu yang tertinggal di rumahnya. Kami yang merasa kasihan
melihat Yi Ru seperti itu akhirnya memutuskan untuk pindah rumah sekaligus
memindahkan sekolah Yi Ru agar ia bisa mulai terbiasa hidup tanpa teman
kecilnya. Namun, walau sudah lebih dari tiga tahun pindah tetap saja Yi Ru
masih memikirkannya terus. Di saat ia sedang sendirian pasti Yi Ru selalu
terlihat melamun dan wajahnya Nampak sedih. Ia terus menatap langit malam
sebelum tidur sama seperti kebiasaan mereka dulu tiap malam. Bibi sungguh
bersyukur setelah kepindahan kami Yi Ru bisa bertemu dan berteman denganmu dan
juga Yu Zhe. Perlahan keceriaannya mulai kembali. Namun, kejadian itu merubah
segalanya,” Bibi Chen mengakhiri ceritanya dengan sebutir air menetes dari
matanya
“Apa
maksud bibi kalau siswi baru itu ‘Barbie Star’ nya Yi Ru?” tanya Da
Dong lagi setelah pikirannya berhasil mengolah maksud cerita dari Bibi Chen
dengan cerita-cerita Yi Ru yang sering ia ceritakan dulu
“Begitulah,
nama sahabat kecilnya adalah Tian Fu Zhen. Hari ini tepat sepuluh tahun dari
waktu yang mereka janjikan. Dulu Yi Ru sangat rajin menandai tanggal di
kalender dan menyimpannya,” jelas Bibi Chen dengan pandangan menerawang
Da
Dong dapat melihat jelas raut kesedihan di wajah Bibi Chen, ia mengerti.
Sangat. Ia tahu bagaimana Yi Ru yang dulu selalu antusias tiap kali menceritakan
tentang teman masa kecilnya.
“Da
Dong, ni ke yi bang wo ma?” tanya
Bibi Chen memecah lamunan Da Dong yang sedang melayang ke masa lalu dimana ia
dan Yi Ru masih berada di tingkat Sekolah Dasar kelas lima.
“Apa
yang bisa kubantu?”
“Tolong
ajak dia ke rumah, aku ingin bertemu,” jawab Bibi Chen
“Akan
ku usahakan,” balas Jiro yang disambut senyuman lembut keibuan dari wanita
paruh baya tersebut
Tak
lama kemudian, pintu ruang ICU terbuka dan memunculkan sosok seorang pria paruh
baya dengan jas putihnya. Ia menghela nafas, mungkin yang melihat ekspresi
dokter tersebut akan memiliki suatu pemikiran yang tidak baik. Apakah terjadi
sesuatu?
“Keluarga
pasien Chen Yi Ru?” tanya dokter tersebut
“Aku
ibunya. Ada apa dengan Yi Ru, dokter?” tanya Bibi Chen
“Silakan
ikut ke ruangan saya,” sahut dokter
***
Keadaan
dalam sebuah apartemen terasa sangat hening. Sesekali penghuni apartemen
tersebut yang merupakan gadis cantik menghela nafas kasar. Walau terlihat sibut
dengan laptopnya tapi pikiran gadis itu tidaklah fokus pada layar flat di
depannya.
Baru
kali ini terjadi seorang Tian Fu Zhen terlihat tak fokus pada pekerjaannya.,
ekspresinya pun sulit diartikan. Aneh? Tentu saja. Fu Zhen selalu berusaha
melakukan pekerjaannya sesempurna mungkin. Ia tak ingin melewatkan satu hal pun
karena itu akan berakibat cukup fatal bagi pekerjaannya.
Di
tengah kemelut yang sedang melanda hati dan pikirannya. Dering ponsel berbunyi
menandakan ada seseorang entah di mana ingin bicara dengannya. Tak perlu menunggu
waktu lama, Fu Zhen mengangkat teleponnya.
“Wei,” sahutnya lemas
“Apa yang terjadi?” tanya seseorang di
seberang sana terdengar cemas
“Aku
yakin Yi Chen pasti sudah menceritakannya padamu ge. Ia tidak menepati janji, ta
wang ji wo,” sahut gadis itu lemah
“Kau harus mencari tahu penyebabnya terlebih
dahulu Fu Zhen!” sarannya
“Uhmm,
wo zhidao le ke shi…,”
“Weishenme?”
“Hal
itu membuatku tidak fokus melakukan pekerjaan ge,” jawab Fu Zhen terdengar frustasi
“Jangan terlalu memikirkan pekerjaan!
Bukankah saat ini kau sedang mengambil cuti? Fokuskanlah pada apa yang menjadi
tujuanmu saat ini!” sahut orang tersebut
“Aku
tidak bisa ge, pekerjaan ini tidak
mungkin kutinggalkan. Kau pasti mengertikan?”
“Aku hanya memberimu saran Fu Zhen! Jika
memang kau perlu teman berbagi jangan ragu untuk cerita denganku atau kau
mungkin juga bisa mencoba cerita dengan Yi Chen. Ia akan dengan senang hati
mendengar ceritamu,”ujarnya
“Hao a, xiexie ni Jun Jie ge,” balas Fu
Zhen
“Sebaiknya kau istirahat saja sekarang.
Jernihkan pikiranmu terlebih dahulu! Jangan berpikir macam-macam, mengerti?”
“Yes, sir!” sahutnya tegas
“Okay, good night princess,”
“Yah,
good day ge,” balas Fu Zhen seraya
memutuskan panggilan teleponnya
Setelah
menerima telepon dari JJ, kini senyum manis terukir di wajah manisnya. Fu Zhen
merasa lebih tenang sekarang. Benar kata Jun Jie ge, aku harus menjernihkan pikiran terlebih dahulu. Mungkin besok
aku bisa menemukan jawabannya. Itulah pikiran Fu Zhen saat ini. Ia pun menaruh
laptopnya di meja kemudian membaringkan tubuh di ranjang Queen Size nya dengan berbalut selimut. Tak lama kemudian mata
gadis itu terpejam sempurna dan mulai menjelajahi alam mimpi.
***
Sejak
jam pelajaran dimulai hingga bel istrirahat berbunyi Fu Zhen sama sekali tidak
memperhatikan apa yang dijelaskan oleh gurunya. Ia sibuk dengan pikiran sendiri
apalagi hari ini Yi Ru tidak masuk sekolah karena sakit. Fu Zhen juga baru tahu
tadi pagi ketika berjalan di koridor kalau kemarin Yi Ru atau yang biasa mereka
panggil Calvin mendadak pingsan setelah mengerang kesakitan sambil memegangi
kepalanya saat ia pergi.
“Sebenarnya ada apa denganmu Bear Boy? Aku
tahu itu gejala apa tapi apakah mungkin?” tanyanya dalam hati
Saat
ini Fu Zhen dan Yi Chen sedang makan siang di kantin. Mereka sesekali mengobrol
tapi terlihat jelas jika Fu Zhen tidak fokus dan Yi Chen sangat tahu apa
penyebabnya. Ia memang pernah diceritakan oleh JJ mengenai alasan kembalinya Fu
Zhen ke Taiwan dan masuk sekolahnya.
Suara
berat seseorang mengiterupsi kegiatan kedua gadis yang sedang asik berkutat
dengan pikiran masing-masing. Yi Chen yang merasa tak asing dengan suara itu
segera mendongakkan kepala dan seketika matanya terbelalak. Sedangkan Fu Zhen
yang melihat reaksi berlebihan dari Yi Chen pun ikut mengalihkan pandangannya
ke sosok pemilik suara tersebut.
“Kau…
mau apa kesini?” suara Yi Chen tercekat
“Hanya
ingin menyapa siswi baru yang terkenal kecantikannya di sekolah ini,” sahut
orang tersebut
Fu
Zhen yang mendengarnya hanya memutar bola mata bosan. Gombal. Dari ucapan pria
tersebut dan dengan melihat bagaimana reaksi berlebihan dari teman barunya, Fu
Zhen dengan cepat menyimpulkan sesuatu. Ia tahu siapa pria ini.
“May I know your name miss?” tanya pria
tersebut memamerkan senyum manisnya
“Tian
Fu Zhen,” jawabnya singkat dengan nada dingin
“Wow,
beauty name like you,” puji pria itu
“Thanks but gombalanmu itu sayangnya
sudah basi. Aku tahu kau salah satu dari tiga siswa populer nan playboy di
sekolah ini so go away from me,” ujar Fu Zhen seraya beranjak dari tempat duduknya
Siswa-siswi
di kanti yang mendengar ucapan Fu Zhen hanya melongo. Entah apa yang ada di
pikiran mereka saat ini tapi yang jelas kaget melihat penolakan Fu Zhen secara
terang-terangan. Ayolah, seisi sekolah ini tahu kalau tak ada seorangpun gadis
yang tidak meleleh ketika berhadapan dengan pria populer seperti Calvin, Jiro,
dan Danson. Namun, miris sekali saat ini kali pertamanya mereka melihat seorang
Danson ditolak mentah-mentah.
Baru
beberapa langkah berjalan Fu Zhen menghentikan langkahnya ketika mendengar
suara seseorang memanggil namanya. Ia pun menoleh dan melihat seorang pria yang
kini berjalan ke arahnya dengan gaya cool-nya.
Fu Zhen masih diam, menunggu pria ini bicara. Ia tahu siapa yang ada
dihadapannya saat ini. Jiro, salah satu dari siswa populer dan merupakan teman
Calvin. Kemarin saat menghampiri Calvin, ia melihat Jiro yang berada di dekat
pria itu.
“Well, ada hal penting yang ingin aku
bicarakan denganmu,” ujar Jiro membuka suaranya
Fu
Zhen mengangguk menyanggupi, ia merasa kalau yang akan dibicarakan pria ini ada
hubungannya dengan Calvin. Ia ingin mencari tahu apa yang terjadi pada teman
masa kecilnya itu. Fu Zhen ingin membuktikan apakah asumsinya itu benar atau
tidak? Kini mereka berada di taman belakang sekolah.
“Ada
apa dengan Calvin?” tanya Fu Zhen to the
point
“Wow,
jadi kau sudah bisa menebak kalau aku ingin bicara tentang Calvin?” Jiro
berdecak kagum padahal ia belum ada mengutarakan maksudnya
“Tentu.
Memangnya hal apalagi yang membuat seorang Jiro ingin bicara denganku?”
sahutnya
“Uhmm,
mungkin aku akan merayumu seperti yang dilakukan Danson di kantin tadi,” balas
Jiro
“Kau
tidak mungkin melakukan itu karena aku tahu kau menyukai Yi Chen bukan?” ujar
Fu Zhen dengan seringaian di bibirnya
Sesuai
yang ia perkirakan melihat reaksi Jiro yang mendadak tegang. Analisinya memang
tak pernah salah, hanya dengan sekali melihat bagaimana kemarin ketika Jiro
sesekali mencuri pandang ke arah Yi Chen ketika mereka di kantin.
“Ba
– bagaimana?” Jiro tergagap, mulutnya terbuka
Terkejut?
Tentu. Ia bahkan tak pernah menceritakan hal ini pada siapapun bahkan pada
Calvin tentang dirinya yang menyukai Yi Chen. Tapi, kenapa gadis ini bisa tahu?
Kekaguman Jiro berlipat ganda, sempat ia berpikir apakah Fu Zhen seorang
peramal? Namun, pemikirannya tentang hal itu segera di tepisnya. Ia ingat
tujuan awal ia mengajak Fu Zhen bicara.
“Kejadian
kemarin itu salah paham, ada alasan kenapa Calvin tidak mengingatmu,” ujar Jiro
“I know that but… Sorry, I can’t control my
emotion yesterday,” lirih Fu Zhen sambil menundukkan kepalanya
“Aku
mengerti kenapa kau bisa bersikap seperti itu kemarin,” balas Jiro seraya
menepuk pundak Fu Zhen membuat gadis itu mendongakkan kepalanya
“I want to know why?”
“Sepulang
sekolah nanti aku akan mengantarmu ke rumah Calvin, Bibi Chen akan menjelaskan
semuanya padamu,” ujar Jiro dengan seulas sanyum tipis di bibirnya
“Thanks Jiro. Aku tahu kau orang yang
baik. Perjuangkanlah cintamu pada Yi Chen, buat dia melupakan Danson. Jiayou,” Fu Zhen pun mergi meninggalkan
Jiro yang lagi-lagi dibuat terperangah oleh ucapannya
“Astaga,
aku bisa gila kalau seperti ini. Siapa sebenarnya gadis itu?” pikirnya seraya
mengacak-ngacak rambutnya hingga terlihat berantakan namun hal itu justru
meningkatkan kadar ketampanannya
“Jika sudah waktunya kau akan tahu
siapa aku,” batin Fu Zhen yang masih bisa mendengar gerutuan
pria itu
>>> To be continue.....
No comments:
Post a Comment